Tayangan TV yang beraneka ragam tentu sangat menarik bagi semua kalangan usia untuk menontonnya, tak terkecuali anak-anak. Bahkan tidak disadari, TV menjadi virtual baby sitter di rumah.
Orangtua
atau asisten rumah tangga yang sibuk dengan pekerjaan rumah, maka TV
dinyalakan agar anak duduk manis/anteng. Di balik kebiasaan ini,
ternyata tayangan bergerak (TV/video) memberi dampak signifikan bagi
perkembangan anak.
Usia dini merupakan masa kritis untuk perkembangan otak dan pembentukan
perilaku. Anak di bawah dua tahun tidak direkomendasikan (bahkan
dilarang) untuk menonton TV sama sekali karena perkembangan otak mereka
belum matang.
Usia di bawah dua tahun adalah periode anak belajar benda
konkret dengan melihat, memegang, meraba tekstur secara langsung.
Sedangkan gambar di TV tidak dapat dipegang secara konkret dan mereka
belum mampu membayangkan objek tersebut. Usia yang sudah besar
direkomendasikan maksimal 1-2 jam setiap harinya, tentu saja dengan
orangtua yang mendampingi.
Dampak TV Bagi Anak:
- Fisik. Nonton TV berlebih akan membuat mata cepat lelah, anak cenderung diam di tempat (kurang aktivitas fisik), kelelahan otot, mempengaruhi perkembangan otak, mempengaruhi perkembangan bicara.
- Imitasi. Anak adalah peniru yang sangat ulung. Apa yang ia lihat dan ia dengar, itulah yang dia lakukan. Tayangan TV yang tidak mendidik akan lebih mudah diserap dan diikuti oleh anak-anak. Meski ada beberapa tayangan yang mendidik, namun porsi nonton TV tetap harus ketat dijaga. Perilaku di layar TV akan menjadi guru virtual yang sangat mudah mendidik anak-anak.
- Konsumtif. Tayangan iklan yang dikemas sangat cantik berbagai macam produk tentunya sangat menggiurkan bagi orang dewasa, apalagi untuk anak-anak. TV mengajarkan anak-anak secara tidak disadari untuk membeli produk mereka.
- Obesitas. Terlalu banyak duduk di depan TV dapat menjadi kebiasaan buruk dan berlangsung lama. Kurang aktivitas fisik akan menaikkan potensi kenaikan berat badan.
Tayangan TV/video Edukatif.
Jika konten/isi dalam tayangan tersebut
mendidik, maka itu bukan letak permasalahannya. Poinnya ada pada gambar
yang bergerak cepat, berwarna warni, yang sangat memberi stimulus pada
mata dan otak anak. Sebelum usia dua tahun, stimulus tersebut tidak
dibutuhkan bahkan dilarang untuk diberikan pada anak. Di atas dua tahun,
boleh. Namun tetap diatur batas waktunya.
Tindakan Yang Dilakukan.
- Berikan stimulus untuk anak sesuai perkembangan usianya dan apa yang dibutuhkan.
- Jika anak diasuh sendiri, maka orangtua yang harus bijak dan disiplin dalam menggunakan TV (atau tidak sama sekali).
- Jika anak diasuh orang lain, maka kita perlu memberi tahu poin-poin penting tentang hal ini (seperti efek TV, durasi, konten). Agar aturan dan cara pengasuhan tidak jauh berbeda dari standar yang telah kita tentukan.
- Libatkan anak-anak pada aktivitas fisik, bermain di luar, bermain di dalam rumah, membersihkan rumah, menata mainan, berkebun, membuat kue, menggambar, membaca, bercerita, dsb.
- Jika anak sudah terbiasa nonton TV, maka durasi mulai diatur, dikurangi, maksimal 15-20 menit setiap hari, pada usia lebih besar tidak lebih dari 1-2 jam sehari.
- Jika harus nonton TV: dampingi anak, tentukan jadwal yang disepakati, pilihan tayangan yang mendidik, dan tidak mengizinkan anak menonton TV bersamaan dengan aktivitas makan.