PON pertama tersebut diadakan tidak hanya sebagai ajang pertandingan olahraga, tetapi juga mengandung tujuan politik, yaitu untuk menunjukkan keberadaan dan eksistensi negara Republik Indonesia di mata dunia.
Ternyata peristiwa itu mampu menarik perhatian negara-negara di dunia untuk meliput pertandingan itu. Padahal saat itu tekanan pihak NICA terasa pada hampir semua bidang kehidupan. Dalam bidang olahraga pun, ketika organisasi olahraga PORI (Perhimpunan Olahraga Republik Indonesia) dan KORI (Komite Olimpiade Republik Indonesia) mengadakan beberapa kongres, pelaksanaannya berjalan tersendat- sendat karena aksi Belanda dan NICA yang brutal.
Setelah dibentuk pada tahun 1946, Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) yang dibantu oleh Komite Olimpiade Republik Indonesia (KORI) - keduanya telah dilebur dan saat ini menjadi KONI - mempersiapkan para atlet Indonesia untuk mengikuti Olimpiade Musim Panas XIV di London pada tahun 1948.
Pengakuan
dunia atas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia yang belum diperoleh pada waktu
itu menjadi penghalang besar dalam usaha menuju London. Paspor Indonesia pada
saat itu tidak diakui oleh Pemerintah Ingris sedangkan kenyataan bahwa
atlet-atlet Indonesia hanya bisa berpartisipasi di London dengan memakai paspor
Belanda tidak dapat diterima. Alasan yang disebut terakhir ini
menyebabkan rencana kepergian beberapa anggota pengurus besar PORI ke London
menjadi batal dan menjadi topik pembahasan pada konferensi darurat PORI pada tanggal
1 mei 1948 di Solo. PON I
akhirnya berhasil diselenggarakan di Stadion Sriwedari, Solo, pada tanggal 9-12
September 1948.
Acara PON tersebut dibuka resmi oleh Presiden Sukarno. PON I
itu diramaikan oleh 13 kelompok olahraga yang semuanya berasal dari P.Jawa,
yaitu dari Bandung/Priangan,Jakarta, Yogyakarta, Solo, Magelang, Semarang,
Kediri, Madiun, Pati, Kedu, surabaya, Malang dan Banyumas.